Cerpen: Pakde dan Kata Cuma

321

“Bagaimana ini Pak RT, jadi siapa yang bisa saya minta tolongin untuk jadi pembawa acara di acara sunatannya anakku, Si Tomo itu?”

“Lha, itu Si Gunawan anaknya Pak Samsul yang mau lulus S.2 itu kan ada? Ngapain Pakde harus bingung?”

“Kalau dia bisa, saya tidak perlu tanya Pak RT lagi. Saya sudah ke rumahnya, katanya dia lagi sibuk banget banget ngurusi karya tulisnya. Tidak bisa meluangkan waktu sedikit pun!”

“Oh, kalau begitu ribet juga ya Pakde …,”

“Ah iya, kan masih ada tuh Si Bambang. Dia bisa Pakde. Dulu, sewaktu masih sekolah, dia itu anak yang berprestasi. Dia sering diminta buat jadi pembawa acara di acara-acara sekolahnya. Saya tahu itu,”

“Duh … jangan bercanda dululah Pak RT. Mana mungkin Si Bambang yang kerjanya setiap hari hanya menyadap karet itu bisa jadi pembawa acara!”

“Lha, serius saya ini, apalagi dia kan nggak jelek-jelek banget. Cukup enak dilihat,”

“Ah! Tak percaya aku!”

“Yowis, Pakde tanyakan saja langsung pada orangnya,”

“Nah itu dia, tuh, Pakde, orangnya. Bang! Bambang! Ke mari sebentar …,”

“Panjang umur dia ini!”

“Assalamualaikum, Pak RT, Pakde,”

“Waalaikumussalam …,”

“Mbang, kamu bisa kan jadi pembawa acara untuk acara sunatannya Si Tomo anaknya Pakde?”

“Waduh, gimana ya Pak RT …,”

“Tuh kan, mana berani dia! Karena gak bisa!”

“Udah Bambang bisa kok Pakde! Tenang! Iya kan Mbang?”

“Trus, kalo bukan Bambang yang jadi pembawa acaranya, siapa lagi? Siapa yang mau Pakde mintain tolong?”

Betul juga apa yang dikatakan oleh Pak RT. Tidak ada lagi orang yang bisa aku mintain tolong.

“Yowis, besok malem acaranya, Mbang. Jangan gak datang, ya! Aku minta tolong …,”

“Em, Insha Allah, Pakde,”

Kutinggalkan mereka berdua. Aku masih merasa seperti tidak yakin pada anak yang cuma lulusan SMK itu. Tapi, yowislah, siapa lagi yang bisa aku mintain tolong kalau bukan sama Si Bambang itu. Kalau aku pikir-pikir, buat apa sekolah tinggi-tinggi, punya prestasi hebat, dan dibanggakan di mana-mana, kalau tidak bisa membantu sesama. Apalagi orang desa sendiri.

Aku sudah berkali-kali ke rumah Gunawan yang sebentar lagi mau lulus S.2 dari Yogya itu. Kalau waktu gotong-royong memperbaiki jembatan yang rusak yang ada di kolam itu dia nggak bisa karena mau pergi ke Jakarta, aku sih nggak apa-apa. Tapi, setiap aku ke rumahnya untuk minta pertolongannya, pasti dia menjawab, “Aduh maaf Pakde, saya lagi nggak bisa. Maaf banget, ya!”

Mulai dari aku minta tolong dia buat ngajarin Si Tomo untuk membaca Al-qur’an, karena aku nggak percaya sama Si Bambang, minta tolong dia buat ngajarin Si Tomo untuk menghadapi ulangan semesteran, minta tolong dia buat membelikan bahan untuk usaha jahit istriku di Jakarta karena harganya yang sangat murah, dan lain-lainnya. Bahkan sampai aku minta tolong dia yang hanya beberapa jam buat jadi pembawa acara pun dia menolak. Selalu tidak bisa.

Aku jadi heran. Kalau begitu, masih bagusan Si Bambang itu yang walau cuma tamatan SMK tapi bisa bermanfaat bagi orang-orang. Sudah capek seharian bekerja di kebun saja pas malamnya dia masih menyempatkan untuk mengajari ngaji anak-anak desa. Ah, aku tak habis pikir. Sepertinya aku benar-benar telah salah menilai Si Gunawan yang sekolah tinggi itu dan Si Bambang yang cuma tamatan SMK sini. (Al Hadeed)

Tinggalkan Komentar Anda