Sebatin.com – Tulisan ini diurai berdasarkan imajinasi yg membuncah pada sebuah mimpi. He he, mungkin pembaca sedikit sewot sambil ngomel, sudah mimpi campur imajinasi lagi, lantas hikmah apa yang bisa diambil dari tulisan model beginian, hah !.
Tapi begini kawan, soal mimpi dan imajinasi jangan disamakan dengan berhalusinasi. Mimpi itu kode rahasia dari Tuhan, dan bisa saja berubah jadi kenyataan, apalagi jika mimpi itu imajinatif dan inspiratif, sayang kalau dibuang. Jadi ada baiknya diabadikan dalam tulisan he he.
Kalau halusinasi kan cuma bayangan dan angan angan kosong hasil dari lamunan berkepanjangan. Halusinasi cenderung merusak jiwa dan akal sehat, seperti tetangga sebelahmu yang suka nglantur mau ngatur seenak jidatnya. Ah sudahlah, kita langsung aja ke sasaran cerita…
Malam itu aku sengaja menyelinap dalam gelap menuju ruang sel dimana pak Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok di penjara. Dengan keahlian ilmu yang ku miliki, alhamdulillah aku bisa sampai di depan pintu kamar selnya.
Perlahan aku ketuk pintu dan dalam sekelebat aku sudah berada di kamar sel pak Ahok. Beliau begitu kaget bukan main seakan tak percaya bagaimana mungkin saya bisa masuk tanpa ketahuan.
Saya : Sssssst…., jangan gaduh pak Ahok, saya orang baik-baik pak, saya ucapkan Assalamu’alaikum kepada bapak, saya sahabat bapak, saya hanya ingin melepas rindu, ingin mendengarkan suara bapak yang serak tapi penuh makna itu.
Sesaat kemudian pak Ahok mempersilahkan saya duduk ditempat seadanya. Terpancar di wajah beliau rasa penasaran dan penuh tanda tanya bercampur gelisah. Akupun menyadari kegelisahan beliau, terutama menyangkut kridibilitas beliau di mata hukum. Sebagai orang yang taat hukum, beliau tentu sangat hawatir kelakuanku ini diketahui petugas dan memperburuk citra beliau. Tapi ku yakinkan bahwa semua itu tak akan terjadi.
Ahirnya kamipun ngobrol berdua, sejenak aku keluarkan bingkisan kue bakpia untuk teman ngobrol. Kue itu ku beli di warung sebelah rumah untuk pak Ahok jika berkenan, siapa tau cocok hehe.
Baiklah kita mulai saja cerita malam itu yang saya kemas dalam bentuk dialog berikut :
Ahok : Sepertinya kita pernah ketemu, tapi dimana ya, saya lupa-lupa ingat. Mohon maaf kalau menyinggung.
Saya : Oooh gak apa apa, itu wajar dan manusiawi aja. Saya sendiri juga lupa kita pernah ketemu dimana, mungkin dalam mimpi pak hehe. Tapi itukan tidak terlalu penting untuk kita bahas. Yang terpenting silaturrahmi ini bisa saling memberi, mengisi dan menguatkan sebagai sesama hamba Tuhan, ini menurut saya lo pak Ahok. Maaf kalau saya lancang dan terkesan menggurui, bukan maksud saya seperti itu.
Ahok : Oooh gak apa apa, kita kan harus saling mengingatkan, saling asah, asuh dan asih. Saya juga punya banyak kelemahan, butuh masukan dari orang lain, termasuk dari sampean mas Bambang. Saya bukan manusia sempurna, buktinya hari ini saya di penjara, iya kan ?
Saya : Iya betul. Memang kesempurnaan bukan milik manusia tapi hanya milik Tuhan, Meskipun dalam banyak kasus manusia sering mengambil alih hak Tuhan ini. Mereka merasa paling suci, paling benar dan merasa paling berhak atas surganya Tuhan. Mereka terlalu yakin bahwa kehendak Tuhan bisa dimanipulir oleh nafsu mereka.
Ahok : Ah ya sudahlah, kita gak usah bahas itu lagi.., tapi ngomong-ngomong saya masih penasaran bagaimana cara mas Bambang kok bisa masuk sini tanpa ketahuan, saya masih gak habis pikir, soalnya penjagaan disini sangat ketat.
Saya : Hehehe, kalau ilmu yang ini pak Ahok harus berguru sama saya, serius ini pak. Soal pemerintahan, administrasi keuangan dan management penataan kota, saya tau, pak Ahok jagonya, hasil nyatanya saya sudah lihat sendiri, tak terbantahkan. Tapi kalau ilmu menyelinap, saya jagonya pak hehe, boleh GR dikit dong.
Ahok : Boleh bagi-bagi ilmunya mas Bambang. Sepertinya sangat menarik, mumpung saya banyak waktu di sini.
Saya : Jadi begini pak Ahok. Ini sebenarnya ilmu kuno yg sudah banyak dilupakan orang, bahkan menurut generasi sekarang mungkin dianggap tidak masuk akal. Dulu mbah saya sering menerapkan ilmu ini. Pernah suatu ketika mbah cerita ke saya bahwa dirinya dikejar tentara Jepang karena tidak mematuhi aturan “tong tong pet”, yaitu suatu aturan yang mewajibkan rakyat harus mematikan lampu dan bersembunyi jika mendengar suara kentongan dipukul. Tapi mbah saya masih kluyuran saat itu sehingga dikejar kejar mbah saya lalu “Matek Aji” sejenak dan melesat secepat kilat hingga lolos dari kejaran tentara Jepang.
Ahok : Wah-wah menarik juga ya ceritanya. Terus- terus gimana caranya memperoleh ilmu itu?
Saya : Harus ada “Lakon” yang dijalani, yakni puasa “Ngebleng” 40 hari 40 malam. Ngebleng Itu artinya bersembunyi disuatu tempat sambil berpuasa dan tidak boleh keluar sebelum 40 hari 40 malam. Kalau lulus dari “Lakon tersebut, maka kita akan punya ilmu Meringankan tubuh dan bisa pergi melesat jauh dalam itungan detik. Bahkan jikapun hujan kita tidak basah kuyup, hehe keren kan ilmu nenek moyang saya.
Ahok : Hehehe, keren sih. Tapi akal sehat saya belum bisa menerimanya. Bukankah itu hanya terjadi di dunia dongeng atau cerita fiktif yang dimitoskan ?
Saya : Hehehe, boleh saja pak Ahok tidak percaya, tapi jika pak Ahok belum ngantuk, biar saya jelaskan secara ilmiah agar dapat dicerna dengan akal sehat. Gimana pak, berani terima tantangan saya ?
Ahok : Ooh boleh, siapa takut. Inikan kesempatan langka. Lagi pula selama saya disini memang mengurangi tidur. Saya lebih banyak bermunajat kepada Tuhan agar saya dan bangsa ini diberi kemudahan untuk keluar dari kesulitan. Saya memanfaatkan waktu untuk olah raga, menulis dan hal lain yang bermanfaat.
Saya : Oke kalau begitu. Jadi begini penjelasannya. Pertama kita harus memahami bahwa semua isi jagat raya ini saling tersambung atau terkoneksi satu sama lain. Inilah yang disebut teori atau hukum koneksitas atau hukum non-lokal, semuanya tersambung oleh yang disebut Dark Energy. Kedua, untuk bisa memanfaatkan hukum koneksitas ini, manusia harus melakukan “Olah Diri” puasa ngebleng atau topo ngebleng. Menurut Sabrang (Noe-Letto) topo ngebleng itu sebenarnya aplikasi hukum relatifitas yang dibalik yang berimplikasi pada melambatnya perjalanan waktu. Semakin waktu melambat, kecepatan semakin tinggi, semakin lambat lagi semakin tinggi lagi hingga mendekati kecepatan cahaya. (Spiritual Journey : 9). Jadi prinsip utama puasa ngebleng itu adalah upaya manusia untuk menggeser dirinya kearah frekwensi cahaya.
(bersambung : Wawancara Imajiner Dengan Ahok (2))
(Penulis : Bambang Budiyanto)