Wawancara Imajiner Dengan Ahok (2)

285
Wawancara Imajiner Dengan Ahok (2)
Cak Bambang (kiri) Ahok (kanan). Wawancara Imajiner Dengan Ahok (2)

Sebatin.com – Saya melirik pak Ahok beberapa kali menggeliatkan punggungnya dan sesekali menarik nafas panjang. Mungkin pegel juga lama duduk mendengarkan ocehanku. Tapi saya melihat ekspresi wajahnya masih menyiratkan semangat untuk mendengarkan ceritaku berikutnya.

Ahok : Tapi cerita mas Bambang belum menunjukkan secara logik, bahwa melalui puasa ngebleng atau topo ngebleng seseorang akan bisa melentingkan tubuhnya dengan cepat dari tenpat ini ke tempat tertentu. Cerita ini dalam pandangan umum orang akan tetap saja dianggap dongeng atau fiksi yang kemudian menjadi mitos.

Saya : Oke, saya akan jelaskan teori pendukung yang menguatkan hipotesis si Sabrang yang saya sebutkan di atas tadi (Wawancara Imajiner Dengan Ahok #1). Dalam ranah ilmu fisika, ada istilah yang disebut TELEPORTASI. Apa itu teleportasi ? Menurut Ahli Fisika Kuantum Pangeran Lokajaya, teleportasi adalah perpindahan suatu benda dari suatu tempat ke tempat lain hanya dalam waktu sekecap mata. Cling.., hilang di sini dan cling tiba-tiba muncul di sana (Spiritual Journey : 18). Memang pembuktian secara fisika ini masih dalam skala atomik. Masih dalam bentuk benda-benda yang sangat kecil. Tapi secara logik dan ilmiah kita harus mengakui bahwa perpindahan benda dari satu tempat ke tempat lain itu bisa dan mungkin. Dan menurut Pangeran Lokajaya jenis ilmu yg sering digunakan oleh nenek saya itu, atau mungkin nenek pak Ahok, dan bahkan banyak lagi ulama tanah Jawa yang bisa ilmu itu, dapat dipastikan telah terjadi di ranah teori fisika. Pak ahok menghela nafas panjang, sesaat kemudian mengambil kue bakpia yang ku bawakan. Wajahnya berbinar tak sedikitpun terlihat ngantuk. Sayapun minta ijin menyulut sebatang rokok kretek dan beliaupun tak keberatan. Setelah menenggak air mineral botol kecil disampingnya, beliau kembali menanggapi cerita saya.

Ahok : Jadi intinya pada skala atomik perpindahan benda secara cepat itu bisa ya. Oke semakin menarik diskusi kita ini hehe. Sebenarnya cerita model beginian ada juga di kampung saya di Belitung sana. Tapi saya menganggapnya itu hanya mitos yang diceritakan turun temurun. Tapi begini mas Bambang, kalaupun cerita itu ada, untuk diterapkan pada skala manusia yang ukuran badannya besar dan tentu bobotnya berat, sepertinya masih sangat sulit. Lagi pula secara sosiologis “Lakon”nya kurang lazim di era sekarang. Mungkin akan banyak orang mentertawakan dan mengira kita sudah gila. Satu lagi, manfaatnya bagi orang banyak juga tidak terlalu signifikan hehehe.

Saya : Kalau soal tidak lazim, dari awal saya sudah katakan bahwa ini ilmu kuno yang mungkin dianggap tidak masuk akal bagi generasi sekarang. Tapi kalau dari segi manfaat untuk orang banyak, ilmu ini sangat efektif terutama jika diterapkan pada managemen keuangan. Sebagai pemimpin yang punya prinsip efesiensi anggaran dan gila kerja seperti pak Ahok, ilmu ini akan mampu menekan anggaran dan mempercepat kinerja. Karena untuk blusukan keliling Indonesia, pak Ahok tidak butuh budget, tinggal “Matek Aji” sejenak, cling pak Ahok sudah sampai lokasi blusukan. Kalau ini dilakukan dalam kurun waktu periode kemimpinan 5 tahun misalnya, berapa uang rakyat bisa diirit ? saya yakin cukup fantastis jumlahnya, hehehe.

Ahok : hahaha, bisa aja mas Bambang ini. Oke mungkin begini mas, kalau saya suruh menerapkan ilmu ini, sangat sulit bagi saya, terutama “Lakon” topo ngebleng 40 hari 40 malam itu. Disamping waktunya sulit diatur, topo ngebleng selama 40 hari 40 malam sangatlah berat, hampir mustahil saya berhasil melakukannya. Tapi sebagai khazanah pemikiran pembanding di era modern sekarang, apa yang diceritakan mas Bambang ini patut diapresiasi. Sebab pada dasarnya di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Saya sangat senang dengan diskusi ini, setidaknya jadi bahan renungan, jadi endapan pemikiran untuk menguak rahasia Tuhan di alam dunia ini, terutama saat saya dalam sunyi di terali besi sekarang, cerita-cerita inspiratip, selalu saja bisa menjadi teman setia. Mungkin kalau mas Bambang tidak keberatan, sekarang kita ganti tema cerita yang lain, yang ini kita lanjutkan lain waktu, gimana, cocok kan ?

Saya : Oke-oke, cocok pak. Tapi sebenarnya kenapa cerita saya sampai nglantur ke arah itu karena pak Ahok tanya gimana ceritanya kok saya bisa sampai sini tanpa ketahuan petugas, iya kan ? hehehe. Kalau niat awal saya nekat nemui pak Ahok malam-malam gini pingin tahu keadaan pak Ahok dan kangen aja. Syukur kalau pak Ahok mau berbagi cerita masalah politik, dengan senang hati akan saya dengarkan. Karena saya yakin di luar yang diberitakan di media masa, tentu masih banyak cerita yang bahkan lebih menarik. Niat saya pingin mewawancarai pak Ahok terkait politik, ya mirip wartawan gitu pak.

Ahok : Oooh, ya saya ucapkan terima kasih atas kunjungan mas bambang, sudah meluangkan waktu demi menjenguk saya. Tapi malam ini saya belum tertarik cerita politik, saya masih ada satu pertanyaan untuk mas Bambang yang menurut saya menarik dijelaskan. Tadi mas Bambang waktu pertama datang mengucapkan Assalamu’alaikum ke saya. Apa dasar mas bambang mengucapkan salam ke saya ? bukankah itu dilarang oleh agama mas bambang ?

(bersambung : Wawancara Imajiner Dengan Ahok (3))

Penulis : Bambang Budianto

Tinggalkan Komentar Anda